|
Ahmad Anwar Musyafa’
Alumnus Madrasah Aliyah Negeri Lasem dan Aktivis HMI UIN Walisongo Semarang |
Setelah terpuruk hingga beberapa abad akibat penjajahan, kini negara Indonesia mulai muncul kepermukaan untuk menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang merdeka. Belum lama ini, setelah 70 tahun kemerdekaan, Indonesia diharapkan mampu menyongsong kehidupan bernegara dengan lebih baik dan mumpuni. Tentunya sesuai harapan yang tertera dalam konstitusi, Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dewasa ini, untuk membentuk negara yang sesuai dengan cita luhur di atas tentunya tak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Namun usaha keras dan tekat kuat harus senantiasa tumbuh dalam setiap individu rakyat Indonesia. Dan sinergitas antara sosial, hukum, ekonomi dan moral menjadi point penting dalam menciptakan visi mulia tersebut.
Apabila ke-empat poin di itu cacat salah satunya saja, maka ketimpangan atau kecarutmarutan pasti menjadi fonomena yang lazim. Maka dari itu, memasuki tahun ekonomi, atau yang istilahnya disebut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menjadi salah satu acuan penting untuk menunjukkan jadi diri bangsa supaya menciptakan kehidupan bangsa yang sesuai jalur konstitusi.
Dalam konteks ini, MEA bisa dijadikan sebagai “penggembira” bangsa Indonesia untuk menunjukkan segala daya-karya yang dimilikinya. Sebab, dalam dunia MEA yang akan berlangsung, seluruh masyarakat, terkhusus wilayah Asean bebas menyalurkan apa saja yang bisa diperjual belikan. Hemat penulis, jika Indonesia kalah dalam menyikapi saingan MEA, maka akan berimplikasi terhadap “loyo-nya” mata uang rupiah.
Terlebih jika saat ini, rupiah telah “dihacurkan” oleh mata uang Tiongkok dan Amerika. Oleh sebab itu, untuk menyikapi, dalam pribahasanya adalah sedia payung sebelum hujan, adalah merevolusi konsep mata uang rupiah. Tujuannya adalah, agar nantianya, walaupun bebasnya persaingan pasar telah terjadi, Rupiah akan selalu eksis dan stabil.
Revolusi
Di Timur Tengah, jika menengok pada masa kejayaan Islam, tepatnya ketika masa Muhammad menahkodahi birokrasi Mekkah-Madinah masa itu, moncarnya mata uang Dinar-Dirham merupakan tonggak utama yang mencolokkan sekaligus menunjukkan dalam sejarah peradaban dunia. Intinya sama dengan ekonomi kerakyatan versi Bung Hatta, namun Nabi lebih cenderung menjaga stabilitas nilai tukar mata uang.
Dalam konteks ini, mata uang yang digunakan adalah berbentuk logam yang terbuat dari emas (Dirham dan Dinnar) yang berpengaruh besrterhadap kehidupan perekonomian bangsa mekkah-medinah, sehingga mencapai berhasil titik peradaban paling berjaya pada kala itu.
Kemajuan berfikir Muhammad perlu dituru oleh pemerintah Indonesia pada saat ini. Alasan sederhananya, nilai emas selalu naik dan sangat jarang berkurang. Atau bisa dikatakan, jika menggunakan mata uang emas, maka nilai mata uang tersebut sesuai dengan harga emas yang terkandung dalam mata uang tersebut. Dan dapat dipastikan bahwa, nilai tukar mata uang emas ini pun juga tak akan mengalami kemerosotan.
Dalam konteks ini, Indonesia perlu memanfaatkan Sumber Daya Alamnya (SDA) untuk menunjang kemakmuran rakyat. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Pasal 33 Ayat 3, yang menyebutkan bahwa, seluruh kekayaan bumi serta yang terkandung didalamnya semata hanya untuk kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu, adanya perusahaan asing yang dewasa ini mengekploitasi kekayaan Indoesia, seperti kekayaan tambang yang menggaruk emas milik negeri pertiwi sesungguhnya itu perbuatan yang dholim. Maka, kiranya hal tersebut harus disakapi pemerintah dengan bijak.
Jika analisis dan dikalkulasi, Indonesia hanya mendapatimbalan pajak yang tak banyak dari hasil pengumpulan emas yang dilakukan oleh negara asing yang menguasai pertambangan Indonesia. banyangkan saja, misal PT. Free Port. Pabrik tambang milik warga Amerika Serikat ini hanya memberi pajak kurang lebih hanya dua persen dari kekayaan yang berhasil didapatkannya. Tentunya hal ini tak sepada dengan apa yang diharapkan. Yang lebih ironis, eksploitasi emas tersebut berdamak buruk terhadap kehidupan perekonomian negeri ini. Dengan kata lain, niai tukar mata uang mengalami perubahan, yakni Rupiah (Rp.) semakin tak ada harganya dibandingkan mata uang Dollar Amerika Serikat (USD).
Dan misal nanti jika nanti pemerintah berhasil mengambil alih semua tambang emas yang di dikuasai oeh pihak luar negeri, maka langkah selanjutnya pihak pemerintah harus berani mengambil kebijakan untuk mengganti mata uang kertas beralih menjadi mata uang emas. Namun semua saran ini tak akan ada gunanya jika pemerintah acuh dan apatis. Oleh sebab itu, semua kebijakan tergantung pemerintah. Saya sebagai penulis amatiran hanya dapat menuangkan gagasan dan solusi sebagaimana dilakukan oleh revolusioner sejati, Muhammad bin Abdullah.
Kembai lagi pada kebijakan pemerintah, jika eksploitasi emas bisa dihentikan dan berani mengubah nilai mata uang kertas menjadi logam emas, maka bisa diprediksi negara Indonesia akan bisa mengambil alih kedudukan perekonomian dunia. Dan Sekarang tergantung kebijakan pemerintah untuk menentukan pihan. Apakah masih tetap ingin menjadi “babu” Amerika dan Tiongkok ataukah ingin memajukan kesejahteraan masarakat Indonesia yang sasuai dengan landasan konstitusi? Wallahu a’lam bi al-Shawab
Title :
Revolusi Uang Negeri
Description : Ahmad Anwar Musyafa’ Alumnus Madrasah Aliyah Negeri Lasem dan Aktivis HMI UIN Walisongo Semarang Setelah terpuruk hingga beberapa aba...
Rating :
5