|
Ahmad Anwar Musyafa’ Mahasiswa Hukum Perdata UIN Walisongo
Semarang
|
Sangat
menarik jika kita mengetahui gunjang-ganjing peronomian yang dinahkodai oleh
rezim “revolusi mental”. Pasalnya, tepatnya bulan Juli 2013 silam, defisit
Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami kenaikan hingga USD 5,56 miliar.
Namun hal tersebut justru bertolak belakang dengan realita yang terjadi dewasa
ini. Ya, Hampir keseluruhan media memberitakan terkait keadaan ekonomi
Indonesia yang dewasa ini mengalami kemerosotan yang sangat signifikan.
Defisit
NPI tak boleh dianggap suatu hal sepele. Sebab nantinya jika masalah ini tak
segera ditangani, maka tak menutup kemungkinan negara ini akan selalu
terbelenggu oleh hutang dunia. Kita ketahui bersama bahwa, sampai akhir 2012 lalu,
negara Indonesia telah terbelenggu hutang terhadap dunia sebesar 1. 975, 42
triliun. Di sisi lain, negara ini belum juga bisa melepaskan belenggu impor
dari negara lain. Seperti China, Jepang, Amerika, dan Thailand.
Dalam
hal ekspor, china masih menduduki posisi pertama senilai USD 11, 77 miliar,
disusul jepang seniai USD 9, 54 miliar, dan Amerika Serikat senilai USD 9, 03
miliar. Sedangkan pangsa pasar terbesar meliputi bahan bakan mineral sebesar
USD 15, 04 miliar, lemak dan minyak nabati sebesar USD 10, 92 miliar.
Sedangkan
jika kita menengok keadaan dalam negeri, penerunan dialami dalam sektor impor
barang industri, pertanian, dan hasil tambang. Sementara porsi impor mengalami
lonjakan yang cukup serius. Seperti, barang impor berupa mesin dan peralatan
mekanik yang mendominasi senilai 15, 83 miliar serta mesin dan peralatan
listrik yang mencapai hingga USD 11,3 miliar. Ironis, melihat realita sekarang
ini. tak sepatutnya negara yang kaya dan subur ini menjadi budak perdagangan. (Sindo/3/9/2013)
Pejabat
Tidur Rakyat Makmur
Merupakan
kuwajiban bagi rakyat, khususnya pemerintah, untuk memelihara sumber daya alam
(SDA) negeri ini. Sebab tidak hanya negara tetangga, bahkan dunia telah
mengakui bahwa, ditinjau dari sisi alam, Indonesia merupakan negara yang paling
kaya dan subur di dunia. namun kekayaan alam ini akan lengser apabila para
penguasanya tidak memperhatikan secara serius. Ironisnya, pemintah justru lebih
mementingkan pribadinya dari pada khalayak umum. Dengan artian, rela
menggadaikan atau bahkan menjual kekayaan negara ini kepada pihak asing.
Hal
demikianlah yang mengakibatkan negara ini selalu terpuruk dalam bidang ekonomi.
Saking gemasnya ada seorang pakar politik sekaligus pengajar ilmu politik pasca
sarjana Universitas Indonesia (UI), dalam status dijejaring sosial Dr. Mohammad
Nasih mengatakan bahwa, @“seandainya pejabat negeri ini kerjanya hanya tidur,
maka rakyat akan makmur”.
Jika
ditelisik lebih jauh, memang perkataan yang diucapkan Dr. Mohammad Nasih
tersebut tak ada salahnya. Memang benar realitanya, Berawal dari penjualan aset
SDA kepada PT. Freeport oleh Soeharto pada tahun 1967, yang hingga saat ini,
Freeport telah mengeruk kekayaan bumi Indonesia; emas, perak, tembaga, dan
lain-lain. Ironisnya, dalam konteks pembagian hasiln, Indonesia hanya
mendapatkan bagian tak lebih dari 2% saja. Tak hanya itu, PT Newmont yang mampu
mengeruk keuntungan 2,6 triliun perhari, memberikan royalti selama 6 tahun
hanya sebesar Rp 168,4 miliar.
Lebih
parah lagi, eksploitasi secara besar-besaran yang aktori oleh perusahaan asing,
telah menyebabkan kerusaan bidang tanah pada daerah yang menjadi proyek sumber
daya alamnya. Misalnya, di Pulau Buru, eksploitasi besar-besaran tersebut telah
meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang luar biasa dan akhirnya
menimbulkan keresahan masyarakat.
Solusi
konkrit
Kesempatan
negara ini masih sangat banyak. Sangat ironis jika mengira kedua PT di atas
adalah jantung dari kekayaan indonesia. Hal itu merupakan pemikiran yang
terbilang salah. jika kita berharapan untuk merebut PT. Freeport dan Newmont ke
tangan kita kembali itu sangat mustahil. Perlu dipahami bahwa, kekayaan SDA
bukan hanya itu saja, namun masih banyak sekali kekayaan yang tertanam di
negeri ini.
analogi sederhananya, Jika kita satukan SDA
yang terdapat pada negara ini, tak menutup kemungkinan Indonesia bisa kembali jaya,
dengan kata lain kekayaan tersebut mampu dimiliki negara ini sendiri, bukan
pihak asing. Oleh karenya, wajib hukumnya untuk menjaga dan melestarikan
bersama kekayaan alam yang kita miliki bersama, khususnya pihak pemerintah.
Namun
perlu fahami bersama pula, menjaga dan melestarikan tanpa mengembangkan adalah
suatu hal yang sia-sia, dan mengembangkan tanpa menensejahterakan rakyat adalah
suatu hal yang dosa. Hal ini tak lain dan tak bukan hanya bertujuan untuk
menyelamatkan ekomi nasional dari krisis dunia kapitalis. Kalau kita sudah sadar,
tunggu apalagi? Semoga bangsa ini tersadarkan! Wallahu a’lam bi al-Shawab